Imam Al-Bukhari

Nama lengkap Imam Al-Bukhari ialah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al-Ju’fi Al-Bukhari. Ju’fi adalah nama suatu daerah di negeri Yaman, di mana kakek  Imam Al-Bukhari, Mughirah adalah seorang tokoh Islam yang disegani di daerah itu. Dan oleh karena itu keturunannya berbangga dengan daerah itu, dan dipakai sebagai pelengkap nama-namanya, termasuk Imam Bukhari sendiri.

Imam Al-Bukhari dilahirkan pada hari Jum’at malam tanggal 13 Syawal 194 H dalam sebuah keluarga yang diberkahi, yang berhias ilmu dan takwa. Ayahnya bernama Isma’il, ayah Imam Al-Bukhari adalah seorang ulama yang alim dan cendekiawan dan wira’i.

Imam Al-Bukhari telah menuntut ilmu kepada ahli-ahli hadis yang populer pada masa itu di berbagai negara, yaitu Hijaz, Syam, Mesir dan Irak. Beliau meninggal dunia pada malam Selasa tahun 255 H dalam usia 62 tahun kurang 13 hari, dengan tidak meninggalkan seorang anak pun.[1]

Orang-orang Dekat Sang Imam

Imam Al-Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara’ dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat (ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermazhab Maliki dan merupakan murid dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika imam Bukhari masih kecil.

Perhatiannya kepada ilmu hadis yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun beliau sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti “al-Mubarak” dan “al-Waki”. Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadis yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadis. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat Tabiīin” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’in).

Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadis-hadis shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadis yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadis. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadis dan ilmu hadis antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadis yang hadisnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.

Imam Al-Bukhari diakui memiliki daya hafal tinggi, yang diakui oleh kakaknya Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia sering dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tak menjawab. Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut. Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000 hadis, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.

Ketika sedang berada di Baghdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10 orang ahli hadis yang ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan itu, 10 ulama tersebut mengajukan 100 buah hadis yang sengaja “diputar-balikkan” untuk menguji hafalan Imam Bukhari. Ternyata hasilnya mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali secara tepat masing-masing hadis yang salah tersebut, lalu mengoreksi kesalahannya, kemudian membacakan hadis yang benarnya. Ia menyebutkan seluruh hadis yang salah tersebut di luar kepala, secara urut, sesuai dengan urutan penanya dan urutan hadis yang ditanyakan, kemudian membetulkannya. Inilah yang sangat luar biasa dari sang Imam, karena beliau mampu menghafal hanya dalam waktu satu kali dengar.

[1] Assayyid Muhammad ‘Alawiy al-Malikiy al-Hasaniy al-Makkiy, Al-Manhal al-Lathîf fî Ushûli al-Hadits as-Syarîf, (Mekah: Hai’atu as-Shofwah al-Malikiyyah), hlm. 259.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *