Ma’had Aly merupakan pendidikan tinggi, kelanjutan dari pendidikan di pesantren yang mengharuskan santri mengaji kitab kuning. Dengan mengikuti program Ma’had Aly, generasi muda akan menjadi ulama yang akan mendakwahkan pesan ketakwaan dan kebangsaan.
Ketua Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (AMALI) KH Abdul Djalal mengatakan, Ma’had Aly merupakan perguruan tinggi Islam alapesantren Indonesia yang memiliki banyak kekhasan. Kurikulum yang diajarkan berbasis pada kitab kuning dan berbasis pada tradisi pesantren. Dosennya adalah para ulama dan kiai yang bergelar strata dua (S-2) hingga S-3.
Keunikan lainnya dari lembaga ini, yaitu santri yang belajar di Ma’had Aly ini tidak lagi disebut sebagai santri, tapi mendapat julukan mahasantri. Saat belajar, mahasantri ini tidaklah mengenakan pakaian seperti mahasiswa, tapi tetap menggunakan sarung dan peci.
Keilmuan di Ma’had Aly memadukan iman, ilmu, dan amal. Menurut dia, tidak mudah bagi santri untuk masuk Ma’had Aly karena harus memenuhi beberapa syarat. Proses belajarnya talaqqi, artinya harus punya guru dan kitab.
Setiap yang ingin masuk ke Ma’had Aly harus hafal Alquran satu juz, kemu dian seribu bait Alfiyah berisikan bait-bait syair tentang Nahwu dan sharaf,” kata Kiai Djalal dalam pembukaan Kongres Mahasantri Nusantara Di Jombang.
Ma’had Aly dilahirkan untuk mengader ulama berkualitas guna menghadapi berbagai tantangan ke depan. Hadirnya ulama dengan mutu yang baik dengan jumlah cukup banyak mutlak diperlukan. Apalagi, pendidikan kader ulama banyak yang tertinggal di berbagai daerah.
Karena itu, pemerintah Indonesia saat ini telah menyejajarkan Ma’had Aly dengan perguruan tinggi. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang (UU) Pesantren yang baru saja disahkan. Di dalam pasal undang-undang tersebut, secara esensi Ma’had Aly sama dengan perguruan tinggi yang lain, hak dan kewajibannya. Jadi, sekarang semakin kuat payung hukum Ma’had Aly, ujar Kiai Djalal.